Kamis, 01 Juli 2010

NASKAH DRAMA DINA RIZKI AMELIA

1.
SENJA DEWA MAUT

TOKOH ATAU PENOKOHAN
1. Zahra
2. Dicky
3. Vennisa
4. Randa
5. Putri
6. Bi Munah
7. Bu Sarah
8. Bu Jasmine

Latar Tempat: Lapangan basket, rumah Zahra, Kantin, Ruang mading, Kelas, Terminal, apotik, bioskop, pemakaman atau kuburan.

Latar Waktu: Pagi hari dan siang hari.

Latar Suasana: Ramai, sedih dan haru.

Alur: Maju


Kisah ini berawaal saat adanya pertandingan basket antar sekolah. Dicky yang ketika itu bertanding dengan setia ditemani oleh kekasihnya. Zahra namanya.
Hore……!!!!! sorak anak-anak dari SMA BIWADUPA yang menggelegar ketika Dicky kapten tim basket mencetak angka pertama.
Vennisa : ‘Ra, siapa nama cowok itu? “ tanya Vennisa
Zahra : “ yang mana? “ tanya Zahra sambil matanya bergerak kesana kemari.
Vennisa : “ itu loh yang barusan mencetak angka, “ jelas Vennisa.
Zahra : “Hah???? Loh gak tau siapa dia?”
Vennisa : “Gue kan anak baru ya man ague taulah, bagaimana sich!!!!!
Zahra : “Iya ya, gue lupa loh anak baru di sekolah ini. Itu Dicky, dia adalah cowok yang terkenal di SMA Biwadupa ini, “ujar Zahra”
Vennisa : “Oooo…. Pasti karna wajahnya yang tamapan, tinggi dan putih itu?
Zahra : “Bukan itu saja dia anak yang baik, ramah, tidak sombong dan perhatian.
Vennisa :“Wah ternyata kamu banyak tau tentang dia ya Zahra? Lo pengagum berat Dicky ya? “tanya Vennisa.
Zahra :“Nggak ah…!!! Tepatnya lebih dari sekedar pengagum,” ujar Zahra dalam hati diiringi senyum geli.
Zahra : “ Sa, kantin yuk? “ ajak Zahra.
Vennisa : “males ah…., gue lagi program diet.”
Zahra :“What’s??? lo diet mau sekurus apalagi loh??? Gue traktir deh loh bagaimana?
Vennisa : “Mau banget, ayo buruan ntar kantinnya penuh lagi,” ajakVennisa sambil menarik tangan Zahra.
Zahra : “Idih…. Katanya lo diet, giliran ditraktir semanagt 45 !
Vennisa : “maksud diet gue itu, diet buat ngeluarin uang, he…he…he…!
Zahra : “Dasar…. Matre, maunya yang gratisan aja.”

Zahra dan Vennisa sudah berteman sejak kecil karena rumah mereka bersebelahan. Pada saat kelas 5 SD, ayah Tessa dipindah tugaskan ke Jakarta. Namun saat Vennisa kelas 3 SMA, ayahnya dipindah tugaskan lagi kesini. Saat pulang sekolah, Zahra mengajak Vennisa ke rumahnya karena sekarang ini Zahra tinggal sendiri. Ayah ibunya bekerja di luar kota, paling-paling seminggu sekali ayah ibunya datang melihat keadaannya.
Vennisa :” Ra, kenapa lo gak ikut bonyok lo aja ya…. Pindah sekolah gitu?”
Zahra :”Nggak ah tanggung banget gue pindah, soalnya sekarang kan gue kelas tiga.”
Vennisa :” Trus loh gak takut tinggal di rumah sendirian?”
Zahra :” Nggak, kan ada bi Munah.”
Vennisa : “Vennisa pun menghempaskan tubuhnya yang lelah di atas sofa empuk milik Zahra.
Zahra : “Ve, Gue ke atas dulu ya mau ganti baju, gerah nich.”
Vennisa :” Ya…udah sana gih, gue juga udah gak tahan lagi ama bau keringat loh he..he…he…! bercanda Zahra

Setelah selesai ganti baju, Zahra menemui temannya yang berada di ruang tenggah.
Zahra : “Napa Sa? Muka lo kelihatannya lagi binggung banget.”
Vennisa : “Ah…nggak, tapi tiba-tiba kok gue jadi teringat ama wajah tampannya Dicky ya, eh Ra, kenalin gue dong, siapa tau gue bisa temenan ama dia.”
Zahra :“Ehm…liat nanti aja deh. Oh…ya bagaimana nyokap loh sudah ngelahirin belum?
“Tiba-tiba Zahra mengalihkan pembicaraan.
Vennisa :”Belum, baru aja 6 bulan. Eh, kok lo jadi ngalihin pembicaraan sih, kenapa loh gak mau ngenalin gue ke Dicky ya?”
Zahra :”Eh…nggak kok, gue cuma…”

Tiba-tiba Kring…kring… telephon di rumah Zahra berbunyi, kemudian diangkat oleh bi Munah.
Zahra : “Siapa bi…?”
Bi Munah: “ Ini non ada telepon buat non, katanya dari Dicky.”

Wajah Zahra langsung cemas, sedangkan Vennisa heran tak mengerti.
Zahra : (Cemas) “Tunggu bentar ya Sa.”
Vennisa : ( tidak menjawab)
Zahra : “Hallo, kenapa Dic?”.
Dicky : “ Mau nggak hari ini kita nonton, ada film horor kesukaan Zahra, kata temen-temen sih bagus,mau nggak?”.
Zahra : “ Ehmm… gimana ya, gue nggak bisa nich soalnya di rumah gue lagi ada Vennisa, loe tahu kan?”.
Dicky : “ Oh… anak baru dari Jakarta itu, ya sudah deh, kapan-kapan aja.”
Zahra : Sorry banget ya , loe nggak marah kan?”
Dicky : “ Just little, ok assalamualaikum.”
Zahra : “ Waalaikum salam.”

Setelah selesai menerima telepon Zahra kembali ke ruang tengah.
Vennisa : “ Ngapain Dicky nelpon loe? (penasaran)
Zahra : “Oh …dia …dia…emm… dia mau minjem buku catatan matematika gue.” (Gugup)
Vennisa : “ Lo kok ngomongnya jadi gugup gitu?”
Zahra : “ Ah… nggak kok, biasa aja.”
Vennisa :”Emang Dicky sekelas ama kita?”
Zahra :”Ya…bangku dia berseberangan sama bangku gue, eh…kita.”
Vennisa :”Serius lo, wah bagus nih, “ ujar Venissa berbunga-bunga.
Bi Munah:”Non, makanannya udah siap,”bi Munah memberi tahu.
Zahra : “makan yuk laper nich,” ajak Zahra.

Zahra telah berdusta pada Vennisa. Sebenarnya Dicky adalah pacar Zahra, tapi ia tidak ingin menceritakannya pada Vennisa sekalipun ia adalah sobat kentalnya. Karena itu Zahra memohon pada Dicky untuk merahasiakan hubungan mereka karena ia tak ingin jadi buronannya cewek-cewek yang naksir Dicky. Tahu sendiri kan Dicky orangnya terkenal di SMA Biwadupa, bisa-bisa Zahra kena damparat oleh cewek-cewek yang naksir ama Dicky.

Di sekolah sudah belajar seperti biasa, dan ini hari yang ditunggu-tunggu Vennisa.
Dicky : ”Eh…lo ngeliat Zahra nggak?” tanya Dicky pada Randa teman kantin Zahra.
Randa : ” Oh…dia tadi ke ruang madding, biasa sibuk ngurus bengkel madingnya. Kenapa lo kangen ya?” tanya Randa iseng.
Dicky :”Ah…nggak kok, gue Cuma mau pinjem catetan, thank’s ya!”

Dicky langsung menuju ruang mading, namun tiba-tiba ia bertemu dengan seorang cewek cantik. Yup…cewek itu adalah Vennisa, namun Dicky nggak pernah tau yang namanya Vennisa, ia Cuma denger kepindahan Vennisa dari Zahra.
Vennisa : ”Hai…lo Dicky yang nyetak angka kemarin kan? Sumpah lo keren banget kemarin. Oh…ya, perkenalkan gue Vennisa Syahrani lo bisa panggil gue Vennisa,” kata Vennisa super pede.
Dicky : “Oh…jadi loh yang namanya Vennisa, btw emang gue keren ya kemarin?”
Vennisa : “ Ah…lo belagak gak tahu,” ujar Vennisa sambil nunjukin STM-nya (Senyum Teramat Manis).

Kemudian mereka terlihat dalam suatu pembicaraan yang seru, sampai-sampai Dicky lupa untuk pergi ke ruang mading. Untung saja Zahra keluar memberi aba-aba untuk Dicky datang kemari.
Dicky : “ Eh… Vennisa dah dulu ya, gue mau pergi ke ruang mading.”
Vennisa : “ Oh… silahkan, sampai jumpa di kelas nanti ya!”.

Saat di depan ruang mading.
Zahra : “ Wah kayaknya seru ya ngobrolnya?” tanya Zahra sedikit cemburu.
Dicky : “ Kenapa Zahra cemburu?”.
Zahra : “ Ah nggak kok”.
Dicky : “ Gue mana sukalah sama Vennisa. Dia itu nggak sepinter kamu dan kayaknya dia manja banget, tapi emang sih dia cantik tapi Cuma cantik luar doang.”
Zahra : “ Benar nih…!!! Nggak nyesel kalau nanti termakan omongan.”
Dicky : “ Benar”.

Di dalam kelas
Vennisa : “Duh ni ibu, ngasih soal susah benar. Soalnya sih Cuma dua tapi jawabannya bisa setengah halaman. Apalagi soal nomor dua ini, loe bisa nggak?”
Zahra : “ Bentar-bentar, dikit lagi nih. Huh… akhirnya finish juga.”
Vennisa : “ Wah, otak loe memang lancar ya, loe makan oli ya tiap hari, gue lihat dong please…”
Zahra : “ Udah ngina mau nyontek lagi, innocent banget loe.”
Vennisa : “He…he…he…, gue nggak maksud ngina kok, boleh ya…, masak ama teman dari kecil pelit amat sih, amat aja nggak pelit-pelit amat,” rayu Vennisa.
Zahra : “ Nih contek aja sesuka hati loe daripada loe nanggis, gue nggak ada balon tahuuu…”
Ibu sarah: “ Ok anak-anak nomor satu kita bahas bersama” ujar bu Sarah yang dingin banget.

Bu sarah menuliskan jalan mencari jawaban nomor satu. Semua anak memperhatikan sambil menyamakan jawaban mereka. Setelah selesai, bu sarah bertanya.
Bu Sarah : “ Ok, siapa menjawab nomor dua?”

Saat itu Zahra ingin mengangkat tangannya, namun Zahra kaget sekali ketika melihat Vennisa mengangkat lebih dahulu dan dengan santainya ia membawa buku yang jawabannya itu berasal dari Zahra. Ia tak menyangka sobatnya setega itu, tapi ia mencoba sabar namun kesabarannya hilang ketika mendengar
Bu sarah : “ Excelent! Kamu murid baru disini tapi sudah bisa menjawab pertanyaan yang belum tentu juara kelas bisa mengerjakannya.
Zahra : “ Ibu ini nyindir gue,” ujar Zahra dalam hati.
Zahra ingin sekali bilang kalau itu hasil jerih payah dia, namun apa daya Zahra hanya bisa berkata itu dalam hatinya, sekalipun ia bisa, bu sarah pasti akan memarahinya dan membuat ia malu. Namun Zahra berpikir nggak apa-apa deh, mungkin ini cobaan sabar buat dia.

Ketika pulang sekolah,
Dicky : “ Vennisa…!” jerit Dicky memanggil Vennisa, padahal Zahra tepat berada di sebelah Vennisa.
Vennisa : “ Kenapa Dic?”
Dicky : “ Ah… nggak gue Cuma salut aja.”
Vennisa : “ Oh… makasih ya, ternyata jerih payah gue nggak sia-sia.”
Zahra : “ Apa ??? jerih payah dia, wah udah nggak bener nih. Minta gue tonjok kali ya nich anak, “ Zahra ngedumel dalam hati.
Vennisa : “ Sorry gue terpaksa,” bisik Vennisa, seakan tahu apa yang Zahra pikirkan.

Zahra hanya diam saja, padahal dia pengen banget nginjek-nginjek muka Vennisa biar hancur.
Zahra : “ Eh… gue mau ke apotik dulu ya, tadi bi Munah nitip obat sakit kepala, Zahra berbohong.
Dicky : “ Mau gue anter,” Dicky menawarkan.
Zahra : “ Nggak deh mending kamu nganter Vennisa aja,” Zahra memancing.
Dicky : “ Oh… ya udah, hati-hati ya.”
Zahra : “ Gila…santai banget dia ngomong kayak gitu, gue ini pacarnya, enak benar dia bilang kayak gitu, gue nggak nyangka kalau Vennisa kayak gitu. Dasar TMT, sebel…sebel…sebel…,”

Zahra mengoceh sepanjang jalan sampe orang-orang heran ngeliat tingkah Zahra.
Dikamarnya Zahra sedang duduk di depan meja belajarnya dan memegang pena, lalu ia goreskan pena itu di atas secarik kertas.
Kuberika sejuta bunga mekar
Namun kau balas dengan sejuta mimpi buruk
Mengapa kau tega tancapkan panah di hatiku
Bintang pun bersembunyi
Tapi kau tega memberi senyum bahagia mu
Dan tawa kemenangan mu

Saat di ruang mading,
Zahra : “ Nih tolong muat puisi gue,” ujar Zahra malas pada Putri wakil bengkel mading.
Putri : “ Gila sejak kapan loe suka bikin puisi, pake pengen dimuat mading lagi. Biasanya juga loe nyumbang tips, kalau nggak info-info terhangat,” ledek putri.
Zahra : “ Udah deh nggak usah banyak tanya, kalau enggak mau ya udah.”
Putri : “ Iya…iya…iya tapi judulnya apa non.”
Zahra : “ Whatever…,” ujar Zahra sambil pergi meninggalkan ruang mading.

Kemudian Zahra melihat Vennisa mengandeng cowok yang familiar banget…siapa lagi kalau bukan Dicky. Ini adalah pemandangan yang sangat menyebalkan bagi mata Zahra. Lalu Vennisa dan Dicky menghampiri Zahra.
Dicky : “ Gue pengen ngomong sesuatu sama loe.”
Zahra : “ Gue juga,” ujar Zahra ketus.
Dicky : “ Loe dulu deh.”
Zahra : “ Loe jahat banget Dic, loe bilang nggak akan suka sama Vennisa ternyata benar apa kata gue loe akan makan omongan loe sendiri, pokoknya gue minta putus.”
Dicky : “ Gue juga pengen ngomong itu. Baguslah kalau loe ngomong duluan setidaknya gue sudah ngurangi sakit hati loe karena bukan gue yang ngomong putus duluan.”
Zahra : “ Sialan loe berdua emang bukan manusia, ternyata kekaguman gue sama loe Rom SALAH BESAR, dan loe Vennisa loe bukan sobat gue, gue benci loe berdua, HAVE A NICE DAY WITHOUT ME,” dengan nada yang amat sangat super kesal.
Dicky : “ OF COURSE I WILL HAVE A NICE DAY WITHOUT YOU,” balas Dicky dengan santainya.

Besoknya,
Zahra : “ Randa, tolong kasih surat ini sama Dicky ya ! oh…ya, gue juga mau pindah hari ini, soalnya gue kangen sama bonyok gue. Salam buat yang lainnya ya.” Ujar Zahra sambil berlalu pergi menuju kantor.

Di depan papan mading,
Vennisa : “ Oh… Dic, liat deh ini puisi yang nulisnya Zahra, gue jadi nggak enak ni.”
Dicky : “ Udah deh, paling Zahra minta dikasihani.”

Sebenarnya Dicky merasakan something wrong dengan dirinya. Pikirannya tertuju pada Zahra, namun ia berusaha untuk tidak memikirkannya.
Randa : “ Dicky …Dicky,” pekik Randa.
Dicky : “ Ada apa nih, jerit-jerit kayak di hutan aja.”
Randa : “ Ni ada surat dari Zahra buat loe, dia hari ini pindah.”
Kemudian Dicky membukanya.

Kuberi kalian berjalan di atas kapas
Biar aku yang berjalan di atas arang
Setidaknya telah kuciptakan beribu-ribu bunga mekar
Diantara kalian
Kuharap tidak ada waktu dimana mata bertemu mata

Dicky : “ Nggak…nggak…nggak mungkin.”
Vennisa : “ Udahlah Dic, paling dia minta belas kasihan,” kata Vennisa mengulangi kata-kata Dicky tadi.

Keesokan harinya Dicky tampak tidak semangat. Sejak kemarin ia tidak bisa tidur, ia gelisah yang ada di otaknya hanya ada sepanduk yang besar dengan tulisan ZAHRA. Vennisa pun nggak masuk padahal dia pengen curhat. Setidaknya beban pikirannya berkurang, tetapi ternyata kegelisahannya terbukti ketika mendengar pemberitahuan dari bu Jasmine.
Bu Jasmine : “ Anak-anak, kemarin ibu mendengar bahwa sahabat kalian meninggal dunia, Zahra.”
Dicky : “ Apaa…Zahra……, nggak mungkin, ini pasti mimpi,” ujar Dicky dalam hati. Ia sangat shock banget, rasanya ia ingin banget nusuk-nusuk perutnya dengan pisau.
Bu Jasmine : “ Zahra kemarin mengalami kecelakaan ketika ingin pergi ke terminal, jadi ibu harap kalian datang untuk berziarah.”

Ketika semua orang selesai berziarah, kini tinggal Dicky sendiri. Ia berlutut sambil memegangi nisan yang bertulis ZAHRA.
Dicky : “ Ra, gue tau ini semua kesalahan gue secara tidak langsung. Gue nyesel banget, gue bakal nebus kesalahan gue, dan gue bakal terus berusaha menjalani hidup ini dan menjadi bagian dari lo, Ra…”

Dicky meletakkan secarik kertas di samping nisan Zahra,

Mungkin kata maaf
Tak cukup untuk
Mengembalikan detak jantungmu,
Senyum manismu,
Tawa riangmu,
Senja…..
Tlah menjemputmu
Senja….itu aku
Maafkan aku.

THE END



2.
KAMAR 116

Tokoh atau Penokohan:
1. Ratna
2. Romi
3. Tia
4. Pereman
5. Suster
6. Dokter
7. Tante Tari (mama Ratna)
8. Om Hans (papa Ratna)

Latar Tempat: Jakabaring, Tempat Pergelaran seni, Lapangan luas, Stan, Halte bus, Rumah sakit, Ruang ICU, Ruang PMI, dan kamar 116.

Latar Waktu: Siang hari, malam hari, dan pagi hari.

Latar Suasana: ramai, panas, mendebarkan, keributan, kepanikan, dan romantis.

Alur: Maju

Kisah ini berawal, saat ada suatu pergelaran seni di Jakabaring. Ratna bertemu dengan seorang pemuda yang sangat di bencinya yaitu Romi.
Ratna : “Hai, Tia pa kabar loe……????????
Udah lama gue gak liat loe, loe kemana aja non ??????????
Tia : ”Gue ke Jakarta, biasa disuruh pulang ama bonyok gue...!
Kenapa loe kangen ya ma gue???
Tia : ”Btw, gue tadi liat Romi deh, cowok yang loe benci.........
Ratna : ”Emang apa urusannya sama gue, gue gak peduli tuh.....!!!!!!!
Tia : ”Rat... gue mau tanya sesuatu deh ma loe...........!
Ratna : Mau tanya apa non…….. ????????
Tia : Kenapa sich loe benci banget ma Romi, padahal dia kan baik dan ganteng lagi, semua orang suka ama dia, tapi kenapa loe enggak ya ???????? (Bingung)
Ratna : Ya…. Gue gak suka aja ama gayanya yang sok ganteng, padahal mukanya itu persis banget seperti kebo he…he…. (tertawa terbahak-bahak).

Tak sengaja Romi lewat dan dia mendengar pembicaraan Ratna dan Tia yang sedang mengejeknya dan menertawakannya.
Ratna : Apa lagi nich ya Tia, Romi itu orangnya sok baik minta perhatian orang gitu……. !!
Tia : Bener juga kata loe Rat........
Romi : Oh.... lagi pada ngatain gue ya........!!
Ratna : Idih…….denger loh Rom baguslah kalau begitu, jadi loh tau bagaimana sifat loh...., jadi orang jangan sok kegantengan deh……….!!!!!!
Romi : Punya kaca besar gak loe di rumah….?????????
Ratna : Punya...... loe tuh yang gak punya kaca dirumah (sambil menunjuk muka Romi).
Romi : Enak aja klo bicara ya......., loh kan ada kaca coba loh bercermin dah sebelum ngejek orang apa loh cantik?????????? Nich ya gue kasih tahu aja ama loe kambing aja gak mau ama loe apa lagi gue..... idih…..amit-amit cabang bayi deh (menghelus perut)
Ratna : Eh........ sembarangan ya kalau bicara. Siapa juga yang suka sama cowok seperti loe.... GR....................!!!!

Tia saat itu pusing mendengar debat mulut antara Romi dan Ratna. Dan akhirnya Tia mencoba mendamaikan mereka.
Tia : Udah.... udah..... pusing gue dengerin kalian berantem melulu seperti kucing sama anjing aja loh berdua....!!! (melerai Ratna dan Romi yang sedang berantem).
Ratna : Dia tuh Tia yang mulai duluan ngatain gue
Romi : Loh liat sendiri kan Tia, Ratna tuh yang selalu ngajakin gue berantem.........!!!!!
Tia : Idih...... nich anak masih saja berantem, kata orang nich ya benci-benci bisa jadi cinta loe....., terus nich ya kalo suka berantem biasanya jodoh.........!!! mau kalian berdua?????????
Romi dan Ratna : Amit-amit dah suka ama loh apa lagi kalau jodoh, gak banget...!! (sambil melihat satu sama lain).

Tia mengajak Ratna pergi melihat stan yang ada jual tas, kebetulan Ratna sedang menjadi tas untuk adiknya.
Tia : Ratna kita kesana ja yuk dari pada disini loh berantem terus mending kita jalan-jalan.
Ratna : bener juga kata loh tia, yuk kita pergi, dari pada gue ngeladeni orang gila ini, bisa-bisa nanti gue jadi ikut-ikutan gila lagi!!
Romi : Apa loh kata...!!
Tia : Sudah...Ya Allah, masuk aja loh berdua nih..!, ayo ratna kita pergi(sambil menarik tangan Ratna).
Ratna : Tia temenin gue cari tas buat ade gue ya, dia minta tas ama gue.
Tia : oke...lah..kalau begitu.

Tiba-tiba, tas Ratna di jambret oleh preman. Mereka tidak ada uang untuk naik taksi dan tangan Ratna terluka akibat sayatan pisau.
Ratna : duh tia, udah malem kita pulang yuk, ntar gue dicariin deh ma bonyok gue.
Tia : ntar gue juga dicariin ma tante.
Ratna : Tia, kita tunggu di halte aja yuk, biar bisa duduk.
Tia : bener kata loh Ratna, kadang-kadang otak luh bener juga ya..!
Ratna : emmm....dasar, bisanya cuma ngatain orang aja luh, tapi luh tetep temen terbaik gue.
Preman : berhenti...serahkan barang-barang kalian, tas, hp, perhiasan, dan jam tangan! (mengenakan topeng).
Ratna : g’mau, enak aja luh, bapak gue susah payah mencari uang. Loh malah mau ngambil gitu aja (bantah Ratna).
Preman : melawan loh, sini tas loh (merebut secara paksa dan langsung berlari).
Ratna : au...sakit...!!
Tia : loh g’apa-apa kan Ratna, tangan loh berdarah...
Tia : tolong...tolong...

Tiba-tiba mobil Romi lewat, Tia meminta bantuan kepada Romi karena darahnya banyak keluar dan Ratna jatuh pingsab tak sadarkan diri...
Romi : Ada apa tia kenapa kamu teriak-teriak minta tolong (memegang pndak Tia).
Tia : Romi tolong Ratna, tangannya banyak mengeluarkan darah, akibat dia melawan preman tadi, dia tidak mau memberikan tasnya dan preman itu mengambil tas nya secara paksa (dengan nafas terengah-engah)
Romi : sekarang Ratna dimana?
Tia : di sana!
Romi : ayo kita bawa dia ke rumah sakit sebelum terlambat.

Romi dan Tia membawa membawa Ratna ke rumah sakit, dan Ratna memerlukan banyak darah, karena darahnya banyak terbuang...
Romi : Suster...suster..tolong teman saya..
Suster : ada apa ini cepat bawa dia ke UGD.
Tia : Tolong teman saya suster (sambil menangis dan kebingungan)
Suster : kalian berdua tunggu di luar saja. Dan saya akan segera memberikan tindakan kepada teman kalian.
Romi dan Tia : ya suster..tolong selamatkan teman kami.
Romi : Tia coba hubungi keluarganya dan beri tahu kalo Ratna sekarang di rumah sakit. (panik)
Tia : ya sudah romi, orang tuanya sekarang lagi menuju ke rumah sakit...!
Dokter : siapa disini keluarga pasien?
Tia dan Romi: saya temannya dokter...!
Dokter : teman anda memerlukan banyak darah tapi golongan darah A di rumah sakit ini sedang habis.
Romi : golongan darah saya A, ambil saja dokter, saya mau mendonorkan darah saya untuk Ratna.
Dokter : baiklah ikut saya sekarang ke PMI.
Tia : Romi, kan yakin?
Romi : ya, tia aku yakin...aku tidak mau dia meninggal, walaupun aku dan dia masih musih bebuyutan tetapi aku rela mendonorkan darahku sekarang untuknya.
Tia : terima kasih rom...!
Kau baik hati ternyata Ratna salah menilai mu..! kau memang baik.

Orang tua Ratna Sampai di rumah sakit.
Mama ratna: Tia bagaimana keadaan Ratna? (cemas)
Tia : Ratna kekurangan darah tante, tetapi Romi teman kami sekarang lagi mendonorkan darahnya untuk Ratna.
Papa Ratna: Romi anak yang paling dibenci oleh Ratna..(bingung)
Tia : iya... om, dibersedia mendonorkan darahnya untuk Ratna.
Romi : Om... Tante...
Mama dan papa ratna: Romi, tante dan om berterima kasih sama kamu, kalau g’ada kamu tante g’ tau bagaimana nasib Ratna sekarang.
Romi : Sudah lah tante, sesama manusia kita harus saling tolong menolong, apa lagi sama temannya sendiri!
Romi : Tante Romi pulang dulu ya, titip salam saja buat Ratna kalau dia sudah sadar nanti. Assalamualaikum...
Papa, mama, Ratna, dan Tia: waalaikummussalam..

Pagi hari Ratna siuman.
Ratna : ma, aku dimana?
Mama Ratna: di rumah sakit Ratna, kemarin kamu dirampok orang dan kamu terluka, untung saja ada Romi dan Tia membawamu ke rumah sakit tepat waktu, kalau tidak mama tidak tau apa yang terjadi padamu nak (sambil memeluk Ratna).
Ratna : Romi...!!! (bingung)
Mama Ratna: Iya Romi, pemuda yang sangat kau benci! Yang telah mendonorkan darahnya untukmu, kau harus berterima kasih kepadanya, dan dia menitipkan salam buat kamu kemarin waktu kamu belum sadar.

Keesokan harinya Romi sudah datang membesuk Ratna di rumah sakit.
Romi : Hai Ratna apa kabar mu hari ini?
Ratna : baik... terima kasih Romi, aku berhutang jasa sama kamu, aku tak tau apa yang akan terjadi sama aku kalau kamu tidak menolongku...! (dengan muka yang merah).
Romi : Sudah lah Ratna, yang penting sekarang kamu tidak apa-apa, aku senang bisa melihat kamu tersenyum manis sekarang.
Ratna : Aku benar-benar malu Romi, ternyata kamu sangat baik kepadaku.
Romi : Ratna, ada sesuatu hal yang ingin kukatakan padamu.
Ratna : Apa itu Romi?? (tanya Ratna)
Romi : hal...sebenarnya, dari SMP dulu aku telah menyukaimu, tapi aku takut untuk mengatakannya kepadamu. Aku takut kau menolakku. Gara-gara kita tidak pernah akur dan selalu bertengkar. Aku suka memperhatikanmu, aku suka dengan senyum manismu, aku suka dengan sifatmu, dan segala sesuatu yang ada padamu. Sekarang aku tidak malu dan takut lagi, kalau kau menolakku...! (menatap mata Ratna)
Ratna : benarkah itu Romi??
Romi : ya benar Ratna aku sangat mencintai dan menyayangimu.
Ratna : Satu hal yang harus kamu keahui juga Romi, aku sebenarnya juga menyukaimu tapi aku malu mengatakannya, aku gengsi untuk mengatakan kalau aku sayang padamu.
Romi : Jadi kau mau menjadi istriku Ratna?
Ratna: Iya, Romi...sekarang kita baikan, dan kamar 116 ini menjadi saksi bahwa kau melamarku untuk menjadi istrimu.
Romi : iya...kamar 116 ini menjadi saksi cinta kita berdua. (mencium kening Ratna)








The End

Tidak ada komentar:

Posting Komentar