Sabtu, 26 Juni 2010

CERPEN NOFA MAYA SARI

1.
CINTANYA CINTA

Teriknya sang surya memancarkan panasnya menembus cakrawala, angin pun seakan enggan memberikan kesejukannya dan hanya sesekali saja meniupkan nafasnya kesemua orang. Butiran-butiran airpun menyelimuti tubuhku yang sesekali kusekat dengan sapu tangan merah mudaku. Kakiku seakan berat melangkah masuk ke sekolah, karena siang ini tak seperti biasanya kegiatan belajar dimulai siang hari. Hal itu dikarenakan pagi hari nya guru-guru mengadakan rapat besar didiknas jadi kegiatan sekolah di ganti siang hari.
“Ta, kamu kenapa sih baru datang langsung manyun aja. Jelek tahu?” ucap Imel sahabatku.
“Siang ini ada dua hal yang buat aku kesel. Pertama aku males banget belajar siang-siang gini rasanya enggak semangat banget dan yang kedua gara-gara cowok nyebelin itu”.
“Kalau males, sama aja Ta… Aku dan teman-teman lain juga males banget ke sekolah siang-siang gini. Orang harusnya jam segini kita udah pulang, ini malah baru masuk. Tapi mau gimana lagi??? Kalau masalah kamu yang kedua, pasti gara-gara Yudha kan??”
“ Iya bener banget Mel, tadi aku ketemu Yudha dan dia bilang sama ku kalau mulai besok dia bakal anter jemput aku sekolah dan “gak .pake nolak”.””
“Bagus dong Ta, hitung-hitung ada ojek gratis”.
“Bagus apanya, lihat aja pasti aku gak akan bisa kemana-mana karena sifat dia yang sok ngatur. Pacar juga bukan”.
“Kalian berdua tuh ya, kenapa sih gak jadian aja. Malu-malu terus”.
“Amit-amit pacaran sama orang nyebelin kayak dia,. Udah dech males ngomongin dia. Mending aku keruang osis sekarang”. Berlari meninggalkan Imel…

Aku dan Yudha memang cukup dekat, sampai-sampai orang mikir kalau kami pacaran. Sebenarnya kami tak pernah akur, karena pasti ada aja yang diributin. Tapi aku senang karena aku bisa dekat dengan Yudha. Dibalik sifat nyebelinnya banyak banget sisi baik dan perhatiannya padaku. Sampai akhirnya aku merasakan perasaan yang tak aku mengerti .Aku selalu senang di dekatnya dan dia selalu memberi perhatian yang membuatku bahagia, meskipun tak seperti lelaki yang lain. Dan dari kata-katanya yang ketus tapi tersimpan perhatian yang dia berikan. Apa aku jatuh cinta padanya???
Hari ni aku berharap Yudha kasih aku semangat, karena hari ini adalah hari terpenting bagi ku. Hari ini ada lomba karya ilmiah tingkat Jakarta yang akan aku ikuti. Aku tak tahu kenapa aku sangat berharap dukungan darinya. Tapi kulihat disekelilingku tak kudapati sosok orang yang menyebalkan itu.
“Cinta,, hari ini semua tugas OSIS biar aku yang ngerjain dan kamu gak usah pikirin semua. Serahkan semuanya padaku”.
“Tenang aja Mel, aku percaya semua tugas pasti bisa kamu kerjakan dengan baik. Mangkanya aku yakin pilih kamu wakil ketua OSIS.”
“Makacih Ta, kamu harus semangat ya dan kita semua do’ain semoga kamu menang.. S.E..M..A..N..G..A..T..”ya udah aku ke toilet dulu yach??” berjalan meninggalkan Aku.
Aku benar-benarmengaharpakan Yudha yang beri aku semangat. Tapi sampai aku berangkat untuk tanding, dia tak memperlihatkan batang hidungnya. “Ya sudahlah dia memang tak memang tak memikirkan aku.. Tapi membayangkan mukanya saja aku sudah cukup senag koq” Ucap ku dalam hati.
Aku tak menyangka kemenangan yang selama 2 Tahun berturut-turut aku menangi harus jatuh ketangan orang lain, Tapi aku cukup senang, karena aku masih bisa mewakili sekolah ku untuk lomba tingkat nasional. Hal itu dikarenakan karena skor ku berbeda tipis dengan lawan ku yang menag. Selain itu aku tak menyangka ternyata orang yang nyebelin itu masih perhatian pada ku. Dia mengirimkan secarik kertas dalam tasku.

Cinta,,aku yakin kamu bisa menang.
Sebut saja namaku pasti kamu bisa semangat..

Yudha..

Walau sedikit narsis, tapi aku sabgat senag kalau dia sudah perhatian padaku.
“Cinta….. pulang bareng aku aja yuk, soalnya aku pulang sendirian nih”.
“Eh pipit, gak usah dech entar ngeropotin lagi”.
“yach enggaklah Ta, yuk naik”.
Begitu banyak yang kau dapatkan saat lomba ini, selain ilmu tapi aku juga menemukan teman baru, dialah “pipit”. Pipit yang memenangkan lomba itu yang telah dia rebut dari tanganku, tapi aku tak kebertan karena dia orang yang sangat pintar dan dia memang pantas mendapatkannya. Aku dan pipit cerita banyak tentang sekolah kamimasing-masing dan salah satunya dia mengenal Yuda. Aku tak menyangka Yudha cukup terkenal dan bukan hanya di sekolah ku saja, tetapi dia juga terkenal di luar. Mungkin karena jabatannya menjadi kapten basket di sekolahku.
Setelah pertemuan itu, aku dan pipit semakin akrab kami jalan , makan dan pergi jalan-jalan bersama. Sampai akhirnya aku memperkenalkan Pipit dngan sahabat-sahabatku. Dan kebetulan Imel dan Ririn sedang bermain tempat Sarah, sebenarnya sarah dan Imel musuh bebuyutan Imel karena Sarah menyukai Tomi pacar Imel. Tapi karena tugas OSIS terpaksa bersama. Dan tak ketinggalan aku juga memperkenalkan Yudha pada Pipit.
Tapi aku tak menyangka ternyata kedekatan ku dan Pipit menjadi masalah baru dalam hidupku. Malam itu aku tak meyangka ternyata pertemanan ku dengan Pipit menjadi masalah baru dalam hidupku. Malam itu aku tak sengaja mendengar obrolan Sarah dan Pipit.
“Ngapain Pit kamu balik lagi kehidup kami?”
“Kok kamu bilang gitu sih Sar?”
“Bukannya kamu senang di Jerman? Terus ngapain kamu nalik ke Indonesia?”
“Sar, aku kan kangen sama kalian, kit kan masih temanan?”
“iya dulu nkita memang temanan tapi sebelum kamu nyaklitin hati teman ku yaitu “Yudha” kenapa kamu putusin dia dan lebih milih pergi ke Jerman atau kamu sengaja deketin Cinta untuk deket sama akau dan Yudha lagi?”
“Aku tahu Sar aku salah, aku minta maaf. Tapi aku tak ada niat buat manfaatin Cinta. Karena aku memang masih sayang banget sama Yudha”.
Nafasku seakan berhenti sejenak mendengar perkataan pipit, seakan berat bibirku untuk berkata-kata. Karena aku benar-benar tak menyangka kalu Pipitlah cinta pertama Yudha. Pantas saja tadi malam Yudha mesti gaya dan mendadak pergi meninggalkan nkamitanpa pesan. Ternyata Yudha bertemu dengan cinta pertamanya. “Ya tuhan ku mohon semoga Pipit hanya massa lalu Yudha, jangan sampai Yudha kembali lagi pada pipit karena ku tak sanggup menerima kenyataan ini semua”. Pintaku dalam hati.
Siang ini ada pertandingan basket di sekolah dan menjadi lawannya dari sekolah Pipit. Sudah pasti Yudha akan bertemu dengan Pipit.
“DUBRAKKKK…….”terdengar suara orang jatuh dan semua terkejut karena orang yang terjatuh itu tak lain kapten chealiders dari sekolah tunas bangsa. Iya dialah Pipit….Pipit terjatuh saat ngedance. Dan membuat ku terpaku bukan karena jatuhnya Pipit, tapi orang yang menggendong Pipit yang membuat hatiku sangat sakit. Yudha dengan sigapnya menggendong Pipit dan otomatis semua mata tertuju pada mereka. Tapi aku tak menyangka ternyata Yudha menoleh pada ku saat Pipit masih ada di peluknnya. Apa maksud Yudha menoleh ke arah ku, aku benar-benar tak mengerti. Tapi langkahnya tetap saja melaju mengantarkan Pipit ke ruang kesehatan. Karena rasa keingintahuan ku yang sangat besar, kaki ku melangkah ke ruang kesehatan yang sudah jelas ada Pipit dan Yudha di dalamnya.
Kaki ku seakan enggan berlari meninggalkan mereka, tapi hatiku sangat-sangat sakit saat kulihat kejadian ini. Yudha dengan sangat mesranya memeluk Pipit. Langit seakan runtuh dan kukira hari ini akan segera kiamat dan mengakhiri semesta ini. Aku benar-benar tak tahan lagi melihat kejadian ini. Dengan sekuat tenaga kakiku berlari meninggalkan tempat ini. Dan tak terasa bitiran-butiran air telah memenuhi pipiku. Tapi seakan ada lampu merah di hadapanku yang membuat kakiku mengerem cepat dan membuat langkah kakiku berhenti.
“Yudha..”Ucapku dalam hati, aku tak sempat lagi menghapus air mataku yangb telah memenuhi pipiku. Dan sudah pasti aku tak sanggup untuk memandangnya tajam.
“Cinta, kamu melihat aku dan pipit?” Aku tak bisa menjawab apa-apa dan aku hanya tertunduk lesu mendengar pertanyaan Yudha.
“Cinta percayalah itu tak seperti yang kau bayangkan” Kenapa Yudha menjelaskan semua ini, apa pentingnya aku baginya sehingga mengharuskan nya menjelaskan pada ku.
“Maaf tadi aku tak sengaja melihat kalian berdua”
“Ta, aku memang mencintai dan menyayangi Pipit. Tapi itu dulu Ta”.
“Yud, itu gak ada masalah kok sama aku” Aku terpaksa membohongi perasaan ku demi kebahagiaan mereka.
“Ta, pipit memang cinta pertamaku tapi kamu cinta terakhirku”
“Tapi…..”
Tadi aku bicara sesungguhnya dengan npipit tentan perasaan ku sama kamu, Ta aku tahu aku gak pernah baik sama kamu, aku selalu ketus di dpanmu. Tapi begitulah aku Ta. Aku tak punya keberanian untuk jujur pada mu dan mungkin ini saat yang tepat untuk mengatakannya. (memegang kedua tanganku)
“Aku….aku…aku…” Terbata-bata
“Ta, aku cinta dan sayang sama kamu. Kamu mau kan jadi seseorang yang berarti dalam hidupku?’ Aku tak tahu harus berkata apa, tapi aku tak bisa membohongi perasaanku kalau aku juga mencintainya.
“Tapi….”
“Ta, aku gak akan paksa perasaan kamu”
“Aku….aku…juga sayang dan cinta banget sama kamu Yud”
“Serius Ta, kamu ngak bihong kan?”
“Aku serius”
Sejak kejadian itu, aku dan Yudha resmi npacaran dan sudah pasti aku sangat bahagia dan senang.
“Cinta, aku ntahu selama kemarin aku pergi ke Jerman pasti Yudha menemukan wanita yang terbaik untuknya dan aku sangat senang karena wanita itu sahabatku sendiri” kata-kata Pipit membuatku bertanbah yakin juka aku akan melewati hari-hariku bersana Yudha.
“Pit, maafkan aku, aku tak bermaksud merebut Yudha dari mu”
“Sudahlah Ta, Yudha massa laluku dan akamu masa depannya. Aku gak akan pernah marah padamu, bahkan aku bersyukur kalau Yudha cinta sama orang byang tepat”.
“Makakasih ya Pit”.
“Ternyata Yudha Cinta nya CINTA ya???”



2.
PERJUANGAN DI UJUNG PENA

Di bawah teduhnya pepohonan dan semilirnya angin di sore itu., Anisa merasakan adanya kedamaian di tempat itu tempat di mana dia dihanyutkan oleh buayan-buayan dan hangatanya dekapan kedua orang yang berharga dalam hidupnya derta keceriaan bersama sahabat-sahabatnya. Kadang aku berpikir untuk apa jauh-jauh merantau ke istana orang bukankah lebih baik hujan batu di negeri sendiri dari pada hujan emas di negeri orang “keluh Anisa sambil memandangi langit yang tinggi setinggi cita-citanya.
Tapi demi suatu kesuksesan dan angan-anganku menjadi pahlawan tanpa tanda jasa, keinginan itu kukubur dalam-dalam sedalam samudera Atlantik. Apapun akan aku lakukan bahkan berguru ke negeri Cina pun tak masalah bagi ku. Sambil tersenyum Anisa menggenggam formulir pendaftaran perguruan tinggi pilihannya.
Anisa termasuk keluarga yang berada, Ayahnya cukup terpandang di kampungnya karena keramahan dan profesinya menjadi nkepala sekolah di suatu SMA Negeri Palembang. Serta kepemimpinan Ayahnya di sekitar rumahnya. Wajar jika Anisa dan keluarganya sangat disegani di lingkungan tempat tinggalnya.
“Kalau aku sudah kuliah nanti, apakah kebiasaan ku mengepang rambut dan mengendong tasw di kedua pundakku akan tetap aku lakukan seperti aku duduk di SMA dulu atau akan ku lempar sejauh-jauhnya?” keluh Anisa sambil mengerutkan dahinya.
Keinginan Anisa sudah seperti bulan yang dengan penuh memancarkan sinarnya tanpa ada awan hutan yang menutupi dan Anisa akan membuktikan keseluruh makhlik bahawa jasa seorang guru itu tak bisa di ukur dengan mistar ataupun termometer.
“Anisa, hari sudah sore, cepat pulang bukankah besok kau akan berangkat ke Jakarta?” sapa ibu yang sudah hampir ¼ abad mengisis dunia parah ini.
“Iya bu, Anisa pulang”jawab Anisa memenuhi keinginan ibunya sambil bergegas pulang dari tempatv dimana dia sering membuang kesedihannya. Besok adalah hari yang sangat berat baginya, soalnya dia akan meninggalkan keluarga, sahabat dan tempat dimana dia dibesarkan sampai dengan dia bisa memilih jalan hidupnya sendiri. Akan cukup lama dia berada di istana orang dan lama juga dia meninggalkan istannanya kurang lebih 4 tahun.
Hari yang menentukan masa depannya pun tiba, soalnya dihari itulah da akan sejenak meninggalkan istananya dan kotanya kota yang terkenal dengan pempek kain songket dan jembatan Amperanya.
“Anisa harus bisa jaga diri ya di sana, dan jangan pernah terbuai dengan khidupan yang glamor di sana” pesan kepala rumah tangga di rumahnya.
“Iya Ayah, Anisa janji dan akan Anisa buktikan kalau Anisa akan bisa seperti Ayah yang dapat berguna bagi siapapun”.

Tanpa terasa hari pun berganti, diawal harinya di Jakarta di lalui dengan kesedihan tidak ada orang yang setia menemaninya seperti putri salju yang selalu ditemani oleh kurcaci-kurcacinya atau seperti Aladin yabng selalu ditemani dengan lampu ajaibnya. Tetapi tak terasa hari berganti waktu bergulir dan duniapun berputar. Semua rasa itu sedikit mulai hilang. Dan kehidupan di Jkarta memang sangat glamor . Mulai dari pergaulan anak metropolitan yang katanya harus gaul. Kalau kita tidak bisa mejaga diri kita pasti akan terjerumus kesumur yang paling dalam dan sulit untuk kembali ke atas apabila kita tidaj bisa berenang. Serta lingkungan yang tidak ramah, polusi dimana-mana dan yang tak kalah repotnya banjir yang dimana-mana. Semuanya karena ulanh tangan manusia yang tak sayang dengan lingkungan.
“Tetapi sudahlah, Aku harus kembali keniat pertamaku. Qku harus menjadi sarjana dan akan menyalurkan ilmu ku kepada murid-murid ku nanti, lagi pula aku cukup senang ,mempunyai teman di sini yang jauh dari hidup glamor. Bisa dibilang 11 dan 12 dariku. Niat ku disini menuntut ilmu bukan tanding fashion ataupun tanding wajah. Ingin kubuktikan pada Ayah, kalu aku isa sesabar dan setekun beliau” ujar Anisa dalam hati, sambil memandangi hasil semesterannya yang cukup baik diantara teman-temannya satu kelas.
Tanpa terasa 4 tahun pun berlalu, Anisa bangga dengan prestasi yang dia miliki di Jakarta. Di kota yang cukup asing baginya, Anisa lulusan terbaik di jurusannya dan akan mendapatkan gelar sarjana sama seperti kedua kakaknya. Bahkan Anisa tidak perlu susah payah mencari tempat menyalurkan ilmu pada siswanya soalnya dia di beri kemudahan oleh perguruan tinggi di mana tempatnya menaung selama ini. Anisa diangkat6 menjadi asistn dosen di Universitas itu. Dan seperti pepatah sambil menyelam minum air. Anisapun mendapatkan laki-laki yang sangat menyayanginya dan berniat menyuntingnya.



3.
CINTA TAK SAMPAI

Hatiku bergetar dengan kencang, kurasakan darahku mengalir dengan derasnya, entah apa yang harus kulakukan hanya menetes air mataku ketika melihatnya. Dia memeluk tubuhku dan dan disaat itu pula aku harus melepaskan dirinya untuk bersama tunangannya. Entah rasa apa yang berkecambuk di dalam hati, ingin rasanya kutahan ketika” Randi” mulai berjalan meninggalkanku.
“ Randi jangan tinggalkan aku”
“maaf Kirana” Randi terus berjalan menjauh
“Randi, jangan… aku cinta kamu..” Randi tak sedetikpun menoleh kearahku, aku hanya mempu menatap betapa jauhnya kini ia dariku.
etahub telah berlalu, namun aku masih larut dalam kesedihan, Bayang-banyanganya selalu mengahntui dalam kesendirianku. Masih ingat dalam kenangan panjang, saat pertama kali aku bertemu dengannya di acara pernikahan temanku “saskia”
Randi negitu tampan dengan lemeja putihnya, awalnya aku sama sekali tak melihat sososknya, namun setelah saskia memperkenalkan aku dan sia, Mulailah persahabatab indah diantara kami.
“Hai nama ku Randi, kamu?” begitu sapanya pada waktu itu
“Kirana”
Dia menjabat taagan ku dengan penuh kehangatan, seakan-akan melalui genggaman itu ia sampaikan isi hatinya padaku, kami habiskan waktu dengan perbincangan yang seadanya. Waktu terasa cepat sekali berlalu hingga kemi pun harus berpisah.
Aku pikir setelah perp[isahan itu akau tak akan lagi bertemu dengannya, tapi akau salah ketika kijumpai dia tetap di depan rumahku.
“kau tahu dari mana rumahku?”
“sahabatnu, saskia”
“oh…”
Tak izinkan aku masuk”
“oh ya silakan masuk”
Begitu ramah dan sopan ia berbicara padaku, kedekatan diantara kami mulai terjalin hingga hati ini mulai merasakan sesuatu yang aneh entah sejak kapan hal itu terjadi.
Hari-hariku berjalan dengan indah, aku bagai hidup dalam singgasana khayal yang memabukan setiap penghininya. Semua berjalan dengan sempurna.
Sebelum Randi mulai menjauhi hidupku, tak pernah lagi ia menemui aku. Aku terjebak dalam kebimbangan tak tahu harus beebuat apa. Hingga kutemukan ia bersama seorang wanita, dengan nudah Randi berkata padaku “aku sudah menang atas dendamli pada mu”. Aku sungguih tak mengerti maksud berkataanya, “Dendam” aku merasa tak melakukan dosa apapun kepadanya. Kata-kata membuat keadaan ku terpuruk setiap hari aku menghiasi waktuku dengan butiran kesedihan.
Awalnya aku muak mendengar namanya, namun mendengar penjelasan saskia mengertilah aku sekarang.
“Kirana denngarkan aku, ini jujur dari perkataan Randi”
“Sudahlah aku muak mendengar namanya”
“Dengar kau harus diam, Randi terpaksa melakukan ininpadamu”
“Kau dan dia dari ayah yang sama, sekalipun ibu yang berbeda, ia juga terpaksa mengalah pada nasib dan ia sangat mencintaimu kirana”
“Kau bohong”
“Tidak, aku ingatkan kamu harus lupakan dia paham?”
Aku tak berkata apa-apa hingga saskia pergi. Kini setahun telah berlalu semenjak kejadian itu. Namun aku belum dapat melupakan Randi. Terbaring aku di lantai lamarku setelah ku reguk obat tidur agar aku dapat melupakannya selamanya. Dan untuk sahabatku Saskia kutinggalkan secarik pesan.

Maafkan aku Sas, aku tak mau lagi kalah dari takdir seytelah ibu dan ayahku diramapas dan kini cintakupun dirampas, aku tak mampu melip[akannya. Tapi untukmu sahabatku dengan cara pa pun kupenuhi janjiku padamu, akau akan segera melipakannua dalam tidur panjangku.



4.
SEGUMPAL KENANGAN

Diantara tingginya pohon-pohon pinus yang berdaun rucing seperti pahatan kayu yang siap mengukir semua bentuk ukiran yang beraneka ragam. Satu persatu daun-daun itu lepas dari rantingnya di bawa oleh lembutnya henbusan angin yang perlahan membawanya jatuk ke bumi. Lina, seorang gadis manis yang berlesung pipi kananya, dan didagu runcingnya terdapat tahi lalat yang bertengker di sana. Lina duduk termenung di atas akar-akar pohon pinus yang tersebar dianatara rerumputan hijau dan dikelilingi oleh daun-daun kering yang berwarba keciklatan, seakana menandakan sudah cukup lama daun-daun itu terdampar di sana.
Suasana di siang itu tidak terlalu sejuk, angin seakan enggan memberikan kesejukannya. Tetapi semuanya seakan terhapuskan dengan merdunya lantunan suara jangkrik yang seolah-olah menyihir semua orang yang mendengarnya, termasuk Lina yang seakan membawa ke masa silam. Masa dimana dia masih menjalin kasih dengan tambatan hatinya. Nayu, pria alumni fakultas kedokteran salah satu Universitas terkemuka di kota Palembang yang berhasil merebut hatinya. Bayu merupakan kakak tingkat Lina di perguruan tinggi yang sama. Mereka memadu kasih sejak SMA bak Gakih dan Ratna yang tak dapat terpisahkan dalam situasi apapun.
“Lina…tunggu..”
Jerit Bayu yang sambil berlari-lari mengejar Lina sesekali disambung suara napas Bayu yang terengah-engah, bagaikan kijang emas yang baru saja siincar oleh predatornya.
“ada apa mas Bayu?kok sepetinya EMERGENCY banget” Tanya Lina heran melihat tungakah romeo nya.
“Pulang kamu kuliah nanti kita ketemuan di tempat biasa ya, soalnya mas Bayu ada kejutan buat Lina” hujuk Bayu dengan muka yang sedikit memelas dengan tetap nerpenami;lan rapi dengan seragam mputihnya dan tak plipa stetoskop yang melingkat di lehernya.
“memangnya kejutan apa sih mas Nyu, nuat LINA PENASARAN AJA?” SAMBUNG Lina sambil mengerutkan keningnya.
“pokoknya Lina tunggu mad Bayu, ya?” jangan kemana-mana sampai mas Bayu datang menemui Lina. OK sayang!” tanpa menghiraukan orang lain di sekelilingnya, Bayu mendaratkan kecupan mesranya di kening Lina. Wajah Lina sontak berubah warna kemerajhan bak bunglon yang bisa berubak warna dimanapun tempatnya berlindung. Tanpa merasa berdosa, Bayu tersenyum dan langsung pergi menunggalkan Lina.
Detik demi detik Lina menunggu Bayu di tempat mereka berdua pertama kali bertemu dan berkomimen untuk menjalin kasih. Tapi penantian Lina berjam-jam di hutan wisata it sia-sia dan berubah pahit. Bayu pergi meninggalkan Lina intuk selamanya dan meninggalkan satu persatu kejutan yang tak sempat dia berikan kepada Lina. Hati Lina bagaikan diambil paksa oleh malaikat pencabut nyawa yang tanpa nernegosiasi dan berkompromi dulu kepada Lina, bak POL PP yang menangkap sekimpilan PSK yang sedang asyik nerjualan. Tapi kenyataan itu harus Lina telan, bila malaikat pencabut nyawa mengamnil mas Bayu dari pelikannya dan tepat di hari ulang tahunnya yang ke 19 tahun.
“Lin, cari makan yuk?kaper nih” ujar Ani yang membuyarkan lamunan panjang Lina.
“kalian berdua saja, aku masih mau di sini” jawab lina lembut dengan tatapan kosong dan seolah enggan nmeninggalkan tempat duduknya seraya cinderela yang menunggu kedatangan kereta labunya.
“kau pasti ngelamunin Bayu kan?” Tanya ana yang mencoba memastikan. Sembari mengangukan kepalanya, tak sadar butiran-butiran aur jatuh dari bola mata indah Lina. Lina serasa mengingat sesuatu yang seharusnya dia lupkan.
“Lin, mengkanya kami ragu waktu kau mengajak kami ke sini. Karena pasti luka lama yang memang sulit untuk disembuhkan akan kembali menganga”. Ucap Ana pelan sambil membelai rambut halus Lina yang dibiarkan terjurai panjang, seakan menutupi kesedihannya yang bergelayut disanubari.
“udah dong sedihnya, kita pulang aja yuk?”
Kalau kita disini terus entar bisa banjir loh, entar binatang-binatang di sini mau ngungsi kemana?” ujar saudara kembar Ana yang mebcoba menghibur sahabatnya.
“iya Lin, kita pulang aja ya?aku tak sanggup nila harus melihat lau termenung dan menangis disini” bujuk Ana yang menambakan ucapan Ani.
Kini segala kebahaiaan itu luluh lantah si sapu oleh kejamnya dinia, hanya mengisahkan segumpal kenangan yang bersarang bdi hati Lina. Dan hanya di tempat itu Lina bisa merasakan dan menatap senyuman Nayu.
“Mas Nayu, sampai kapanpun Lina akan selalu sayang sama mas Bayu dan akan selalu menunggu mas Bayu di sini. Karena Lina masih menunggu kejutan yang ingin mas Bayu berikan”.
Hati Lina menagis bila harus kembali ketempat itu. Karena kenangan itu masih tetap terpetri dan terlihat jelas di mata batin Lina.



5.
TUGASMU, DERITAKU

Hari ini genap 2 bulan sudah Angga tak melayangkan kabarnya kepada ku entah apa yang ada di pikirannya, hingga selama itu dia tak ada kabar./ Begitu banyak rasa Tanya yang menggelayut si otakku. Marah, sedih dan gelisah mungkin rasa itu yang dominan bertengker di sanubariku.
“Tuhan, jika ini akhir dari hubungan kami. Kenapa kau harus pertemukan ku dengannya. Kenapa rasa sakit ini melebihi sakit yang kurasakan senelimnya?” tanyaku dalam hati. Dan tanpa sadar butiran-butiran air berjatuhan dari bola mataku dan memakdaku kembali mengingatnya.
Mungkin hanya tabngisan yang bisa membuat hati ini sedikit tenang, karena aku tak tahu kagi karus berbuat apa untuk mengembalikan kebahagiaan ku seperti dulu. “dia datang tiba-tiba dan dia pergipun tiba-tiba, apa sebenarnya hikmah dibalik ibi sema tuhan?” keluh ku untuk tak eadilan yang ku alami.
Memang awalnya aku sangat mengerti tentang profesinya sebagai pengaman Negara ini, tapi semakin rasa curigadan cemburu mengalahkan semuanya. Aku bingung apa yang harus kulakukan untuk membunuh rasa itu, karena aku tahu profesinya memang mengharuskan kami tidak bisa berkomunikasi dengan bebas. Hari demi hari, mnggu demi minggu dan bulan demi bulan kulalui tanpa kabarnya lagi.
Kadang aku berpikir kenapa aku harus curiga dan cemburu., karena senua orang tahu sebagai pengaman Negara begitu banyak aturan-aturan yang harus dia patuhi dan salah satunya tidak diperkenankan berkomunikasi dengan siapapun selama bertugas. Tapi begiku ini tetap tak adil, kenapa profesinya harus mengahalangi perasaan orang untuk memetik kebahagiaan dan bukankah mereka juga perlu merasakan manisnya kebersamaan dengan orang-orang dicintai.
“Nad, kita udah sampai nih ngelamun terus sih?” jeritan Ayu sontak mengejutkan dan memaksaku untuk kembali kedunia sekarang ini yang setelah kurang lebih 2 jam pikiranku melanglang buana entah kemana.
“ohhhh…. Iya…iya….tungguin aku dong!!!” jawabku linglung dan setelah kudasari semua penumpang bis jurusan Cirebon-Majalengka yang kami naiki memandangi ku bterpaku.
“ ehh kenapa sihh semua penumpang tadi lihatin aku semua?”
“ya jelaslah lihatin lho soalnya udah hampir 10 kali kita manggilin lho untuk turun tapi lhonya diem aja malah bengong kayak ayam sakit” jawab Ayu menjelaskan semuanya.
“Maunya sih gitu Vir, tapi tetep aja gak bisa dibalik kebencuianku denganya. Tetapi aku masih menyimpan keyakinan kalau suatu saat nanti dia akan datang dan menepati janjinya” jawanku yakin.
“tapi waktu itu kapan nadia tak ada kabar darinya kamu juga gak tau yang dia lakukan disana iyakan???ycapa Ayu sembari merangkul ku untuk duduk di bawah pondok kayu yang mungkin sudah lama tak berpengaruhi yang letaknya tepat dipinggir jalan dan mempernudah kami memilih tukang ojek untuk mengantarkan kami kerumah Vira.
“Jadi aku harus gimana, apa aku harus menunggunya atau aku harus melipakannya?”
“Nad, kita tau kamu mencintainya dan kita sebagai sahabat hanya mengharapkan yang terbaik untuk mu. Jadi apapun yang kau lakukan pasti kami dukung”,
“apa yang dikatakan Ayu itu benar Nad, kalau jodoh gak akan kemana kok. Pergaya dech!!!” tambah Sela meyakinkanku.
Untung saja masih ada teman-teman ku yang selalu siap siaga menemaniku melewati haari-hari tersulit dalam hidupku ini. Mereka selalu dan minimal mengurangi rasa sakit yang kurasakan.
Kepergian kami liburan kampong halaman Vira, cukup menghibur dan sedikit membuang rasa sakit yang selama ini kurasakan. Bagiku kebersamaan bersama sahabat-sahabat merupakan obat yang ampuh dan tal bisa dineli di apotek manapun. Serta yang lebih penting harganya sangat mahal melebihi harga sepatu yang dipajang di etalase-etaase butik ternama.
Sejak obrolan panjangku dengan sahabat-sahabat ku itu, aku memutuskan untuk menuggu Angga sampai batas yang dia katakana kepadaku, Selebihnya jika dia tak ada kabat, aku akan berusaha untuk menghapus namanya di hatiku dan mungkin untuk selamanya. Mungkin askan sulit tapi aku aharus mencobanya. DEngan kejadioan ini menjadi dan kekuatan bagiku untul sabar dalanm menghadapi semua masalah yang datang membuatku lebih dewasa untuk memilah mana arjuna yang benar-benar mencintaiku nanti.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar